Headlines News :

    aku dan islam


            “Jika kamu masih mempunyai banyak pertanyaan, maka kamu belum dikatakan beriman, Iman adalah percaya apa adanya, tanpa reserve”. Begitulah kira-kira suatu pernyataan yang akan selalu saya ingat didalam hidup saya. Waktu itu saya masih seorang penganut Kristen Katolik berusia 12 tahun yang banyak sekali pertanyaan di dalam hidup saya. Diantara pertanyaan-pertanyaan itu, tiga pertanyaan yang paling besar adalah: Darimana asal kehidupan ini, Untuk apa adanya kehidupan ini, dan akan seperti apa akhir daripada kehidupan ini. Dari tiga pertanyaan tersebut muncullah pertanyaan-pertanyaan turunan, “Kenapa tuhan pencipta kehidupan ini ada 3, tuhan bapa, putra dan roh kudus? Darimana asal tuhan bapa?”, atau “Mengapa tuhan bisa disalib dan dibunuh lalu mati, lalu bangkit lagi?”. Jawaban-jawaban itu selalu akan mendapatkan jawaban yang mengambang dan tak memuaskan.
    Ketidakpuasan lalu mendorong saya untuk mencari jawaban di dalam alkitab, kitab yang datang dari tuhan, yang saya pikir waktu itu bisa memberikan jawaban. Sejak saat itu, mulailah saya mempelajari isi alkitab yang belasan tahun tidak pernah saya buka secara sadar dan sengaja. Betapa terkejutnya saya, setelah sedikit berusaha memahami dan mendalami alkitab, saya baru saja mengetahui pada saat itu jika 14 dari 27 surat dari injil perjanjian baru ternyata ditulis oleh manusia, saya hampir tidak percaya bahwa lebih dari setengah isi kitab yang katanya kitab tuhan ditulis oleh manusia, yaitu Santo Paulus. Lebih terkejut lagi ketika saya mengetahui bahwa sisa kitab yang lainnya juga merupakan tulisan tangan manusia setelah wafatnya Yesus. Sederhananya, Yesus pun tidak mengetahui apa isi injilnya. Lebih dari itu semua, konsep trinitas yang menyatakan tuhan itu tiga dalam satu dan satu dalam tiga (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) yang merupakan inti dari ajaran kristen pun ternyata adalah hasil konggres di kota Nicea pada tahun 325 M. Ketika proses mencari jawaban di dalam alkitab pun, saya menemukan sangat sedikit sekali keterangan yang diberikan di dalam alkitab tentang kehidupan setelah mati hari kiamat dan asal usul manusia.
    Setelah proses pencarian jawaban di dalam alkitab itu, saya memutuskan bahwa agama yang saya anut tidaklah pantas untuk dipertahankan atau diseriusi, karena tidak memberikan saya jawaban atas pertanyaan mendasar saya, juga tidak memberikan kepada saya pedoman dan solusi dalam menjalani hidup ini. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk menjadi seseorang yang tidak beragama, tetapi tetap percaya kepada Tuhan. Saya mengambil kesimpulan bahwa semua agama tidak ada yang benar, karena sudah diselewengkan oleh penganutnya seiring dengan waktu. Saya menganggap semua agama sama, tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Saya juga berpandangan bahwa Tuhan laksana matahari, dimana para nabi dengan agamanya masing-masing adalah bulan yang memantulkan cahaya matahari, dan pemantulan itu tidak ada yang sempurna, sehingga agama pun tidak ada yang sempurna Tanpa sadar waktu itu saya masuk kedalam ideologi sekular. Menjadilah saya manusia yang sinkretis dan pluralis pada waktu itu.
    Tetapi semua pandangan itu berubah 5 tahun kemudian ketika saya memasuki semester ketiga saya ketika berkuliah di salah satu PTN. Saya menemukan bahwa teori saya bahwa semua agama itu sama hancur samasekali dengan adanya realitas baru yang saya dapatkan. Lewat pertemuan saya dengan seorang ustadz muda aktivis gerakan da’wah islam internasional, perkenalan saya dengan al-Qur’an dimulai. Diskusi itu bermula dari perdebatan saya dengan seorang teman saya tentang kebenaran. Dia berpendapat bahwa kebenaran ada di dalam al-Qur’an, sedangkan saya belum mendapatkan kebenaran. Sehingga dipertemukanlah saya dengan ustadz muda ini untuk berdiskusi lebih lanjut.
    Setelah bertemu dan berkenalan dengan ustadz muda ini, saya lalu bercerota tentang pengalaman hidup saya termasuk ketiga pertanyaan hidup saya yang paling besar. Kami lalu berdiskusi dan mencapai suatu kesepakatan tentang adanya Tuhan pencipta alam semesta. Adanya Tuhan, atau Sang Pencipta memanglah sesuatu yang tidak bisa disangkal dan dinafikkan bila kita benar-benar memperhatikan sekeliling kita. Tapi saya lalu bertanya pada ustadz muda itu “Saya yakin Tuhan itu ada, dan saya berasal dari-Nya, tapi masalahnya ada 5 agama yang mengklaim mereka punya petunjuk bagi manusia untuk menjalani hidupnya. Yang manakah lalu yang bisa kita percaya?!”. Ustadz muda itu berkata “Apapun diciptakan pasti mempunyai petunjuk tentang caranya bekerja” lalu dia menambahkan “Begitupun juga manusia, masalahnya, yang manakah kitab petunjuk yang paling benar dan bisa membuktikan diri kalau ia datang dari Sang Pencipta atau Tuhan yang Maha Kuasa” lalu diapun membacakan suatu ayat dalam al-Qur’an:
    Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (TQS al-Baqarah [2]:2)
    Ketika saya membaca ayat ini saya terpesona dengan ketegasan dan kejelasan serta ketinggian makna  daripada kitab itu. Mengapa penulis kitab itu berani menuliskan seperti itu?. Seolah membaca pikiran saya, ustadz itu melanjutkan “kata-kata ini adalah hal yang sangat wajar bila penulisnya bukanlah manusia, ciptaan yang terbatas, Melainkan Pencipta. Not creation but The Creator. Bahkan al-Qur’an menantang manusia untuk mendatangkan yang semacamnya!”
    Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (TQS al-Baqarah [2]: 23)
    Waktu itu saya membeku, pikiran saya bergejolak, seolah seperti jerami kering yang terbakar api. Dalam hati saya berkata “Mungkin inilah kebenaran yang selama ini saya cari!”. Tetapi waktu itu ada beberapa keraguan yang menyelimuti diri saya, belum mau mengakui bahwa memang al-Qur’an adalah suatu kitab yang sangat istimewa, yang tiada seorangpun yang bisa mendatangkan yang semacamnya. Lalu saya bertanya lagi “Lalu mengapa agama yang sedemikian hebat malah terpuruk, menjadi pesakitan, hina dan menghinakan dirinya sendiri?”. Dengan tersenyum dan penuh ketenangan ustadz muda itu menjawab “Islam tidak sama dengan Muslim. Islam sempurna, mulia dan tinggi, tidak ada satupun yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab dalam Islam. Muslim akan mulia, tinggi juga hebat. Dengan satu syarat, mereka mengambil Islam secara kaffah (sempurna) dalam kehidupan mereka”
    “Jadi maksud ustadz, muslim yang sekarang tidak atau belum menerapkan Islam secara sempurna?!” sata menyimpulkan.
    “Ya, itulah kenyataan yang bisa Anda lihat” tegas ustadz muda itu.
    Lalu saya dijelaskan panjang lebar tentang maksud bahwa Islam berbeda dengan Muslim. Penjelasan itu sangat luar biasa, sehingga memperlihatkan bagaimana sistem Islam kaffah bekerja. Sesuatu yang belum pernah saya dengar tentang Islam sampai saat itu, sesuatu yang tersembunyi (atau sengaja disembunyikan) dari Islam selama ini. Saat itu saya sadar betul kelebihan dan kebenaran Islam. Hanya saja selama ini saya membenci Islam karena saya hanya melihat muslimnya bukan Islam. Hanya melihat sebagian dari Islam bukan keseluruhan.
    Akhirnya ketiga pertanyaan besar saya selama ini terjawab dengan sempurna. Bahwa saya berasal dari Sang Pencipta dan itu adalah Allah SWT. Saya hidup untuk beribadah (secara luas) kepada-Nya karena itulah perintah-Nya yang tertulis didalam al-Qur’an. Dan al-Qur’an dijamin datang dari-Nya karena tak ada seorangpun manusia yang mampu mendatangkan yang semacamnya. Setelah hidup ini berakhir, kepada Allah saya akan kembali dan membawa perbuatan ibadah saya selama hidup dan dipertanggungjawabkan kepada-Nya sesuai dengan aturan yang diturunkan oleh Allah. Setelah yakin dan memastikan untuk jujur pada hasil pemikiran saya. Saya memutuskan:
    “Baik, kalau begitu saya akan masuk Islam!”
    Saya tahu, saya akan menemui banyak sekali tantangan ketika saya memutuskan hal ini. Saya memiliki lingkungan yang tendensius kepada Islam dan saya yakin keputusan ini tidak akan membuat mereka senang. Tapi bagaimana lagi, apakah saya harus mempertahankan perasaan dan kebohongan dengan mengorbankan kebenaran yang saya cari selama ini?!. “Tidak, sama sekali tidak” saya memastikan pada diri saya sendiri lagi. Artinya walaupun tantangan di depan mata, saya yakin bahwa Allah, yang memberikan saya semuanya inilah yang pantas dan harus didahulukan.
    Setelah menemukan Islam, saya menemukan ketenangan sekaligus perjuangan. Ketenangan pada hati dan pikiran karena kebenaran Islam. Dan perjuangan karena banyak muslim yang masih terpisah dengan Islam dan tidak mengetahui hakikat Islam seperti yang saya ketahui, kenikmatan Islam yang saya nikmati dan bangga kepada Islam seperti saya bangga kepada Islam. Dan mudah-mudahan, sampai akhir hidup saya dan keluarga saya, kami akan terus di barisan pembela Islam yang terpercaya. Janji Allah sangat jelas, dan akan terbukti dalam waktu dekat. Allahuakbar!
    Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nuur [24]: 55)
    Terimakasih Allah SWT, telah memberiku al-Qur’an dan taufik. Terimakasih wahai rasulullah Muhammad saw. atas kasih sayang dan perjuangannya. Terimakasih untuk Mami yang telah melahirkan dan mengasuh serta membesarkanku. Papi atas pelajaran nalar dan kritisnya sehingga aku bisa menemukan Islam. al-Ustadz Fatih Karim atas kesabaran dan persaudaraanya. al-Ustadz Ahmad Muhdi atas kritik dan perhatiannya. Ummi Iin atas percaya dan penurutnya. Teman-teman HDHT, terimakasih atas bimbingannya. 
    Felix Siauw
    follow me on twitter @felixsiauw 
    Sumber: FelixSiauw.Com
    *) Islamic Inspirator, Penulis Buku Muhammad Al-Fatih 1453

    meriam bambu tradisi khas bulan ramadhan




    salah satu hal yang paling menarik dan yang paling di dengar saat bulan ramadahn yaitu suara meriam bambu.menarik nya walau pun capek dan buat lemas tapi tak hal itu yang selalu menjadi kekhasan bulan ramadhan di indonesia.Ini akan menjadi suatu keunikan yang sudah barang tentu patut dipertahankan dan dilestarikan agar anak cucu dan generasi yang akan datang tidak lupa dengan tradisi dan asal usulnya.



    asal usul meriam bambu


    Menurut sejarah meriam bambu ini di Nusantara, banyak versi. Namun referensi paling banyak digunakan, ketika Kesultanan Demak (1500-1555) untuk menyiarkan waktu berbuka puasa dengan membunyikan meriam tanpa peluru di ibukota kerajaan. Ibukota kerajaan itu, menghadap alun-alun (tanah lapang untuk berkumpulnya warga atau upacara tentara), di sampingnya ada Masjid Agung Demak. 

    Alasannya untuk menggunakan beduk (gendang ukuran jumbo) atau kentungan (bambu satu ruas, dilubangi tengah memanjang, dipukul dengan kayu akan menghasilkan bunyi), suaranya kurang terlalu nyaring. Apalagi tiap distrik, belum tentu memiliki ahli falaq (astronomi).

    Memasuki Sir Thomas Stamford Raffles (Inggris) yang berhasil merebut Batavia (Jakarta) dari tangan Belanda-Prancis (kala itu Belanda dijajah Napoleon Bonaparte dari Prancis), pada tahun 1811 Masehi melarang penggunaan meriam untuk menandakan waktu berbuka puasa bagi kaum Muslim. Regulasi (peraturan) baru efektif tahun 1816, di bawah kendali operasi pemerintah kolonial Belanda yang merdeka dari penjajahan Napoleon Bonaparte.

    Raffles juga melarang kepemilikan tentara regular di seluruh kerajaan lokal yang ada di wilayah Hindia Belanda. Alasannya kepemilikan mesiu membuat antarkerajaan suka berperang antarsesamanya, maupun melawan pemerintahan orang Eropa.

    Nusantara sudah mengenal bubuk mesiu untuk meriam perang, sekitar tahun 1292 Masehi, saat tentara Mongol dari Dinasti Yuan menaklukkan Kerajaan Singasari (Jawa Timur). Demikian juga, saat Tentara Mongol berusaha menjajah Jepang sudah menggunakan meriam tahun 1284 Masehi. Meriam tangan maupun meriam besar tentara itu saat ini, tersimpan di musium Xian, Tiongkok.

    Kepandaian menggunakan meriam dan panah, ekspansi tentara Mongol saat itu, berhasil menguasai kawasan terbentang dari perbatasan Korea, Vietnam, terus sampai ke Jerussalem (Israel), Iran, Irak, Moskow (Rusia), Bulgaria (Eropa Timur). Padahal di Timur Tengah saat itu terjadi Perang Salib (Tentara Eropa melawan Arab), memperebutkan Jerusalem. Dua tentara terhebat di dunia karena berperang karena perbedaan agama, harus takluk di tangan bangsa tidak beragama.

    Tentara Salib (dominan tentara berkebangsaan Prancis, Inggris, dan Jerman), Arab, Tiongkok, Rusia, dan sebagian Eropa Timur, mampu diporak-porandakan tentara Mongol di masa jayanya. Namun tidak mampu menaklukkan Jepang, Korea, dan Indonesia (Singasari).

    Hasil dari penjelajahan itu, membuat Arab dan Eropa mengenal mesiu dan meniru penggunaan senjata api maupun meriam. 

    Kemudian dimulai pengeboran minyak bumi di dunia. Pengeboran minyak pertama di Indonesia, yang dilakukan oleh J Reerink, tahun 1871 Masehi, hanya berselang 12 tahun setelah pengeboran minyak pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville di negara bagian Pensilvania, Amerika Serikat. 

    Kilang Wonokromo pada tahun 1890-1891 untuk mengolah minyak mentah yang dihasilkan. Kilang ini merupakan yang tertua di Pulau Jawa.

    Salah satu bahan sisa-sisa dari pengolahan minyak bumi, berupa minyak tanah. Kemudian diketahui warga di sekitar pengolahan minyak bumi, kalau salah satu hasil sisa-sisa olahan itu, menghasilkan minyak tanah. Kemudian ketika minyak tanah dibekam dan disulut api, mampu meledak. Jadilah meriam bambu. Anehnya, dimainkan hanya saat Ramadan dan awal Syawal (kalender Hijriah).

    Pemerintah Belanda pernah melarang permainan itu, karena membahayakan, dan kurang mampu membedakan mana letupan meriam yang benar atau hanya mainan. Namun tetap saja dimainkan warga. Meriam Buloh bagian dari saksi teknologi militer sederhana yang untuk permainan belaka, bukan mesin pembunuh

    obat yang terbaik yaitu bekam


    DALIL-DALIL HADITS RASULULLAH SAW TENTANG BEKAM




    1. Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:
    "Sesungguhnya cara pengobatan yang paling ideal/baik yang kalian pergunakan adalah bekam/hijamah."

    2. Dari Jabir Al-Muqni berkata: "Aku tidak akan merasa sehat sehingga aku berbekam, karena sesungguhnya pada bekam itu terdapat kesembuhan."

    3. Bekam sangat dianjurkan oleh penduduk langit, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
    "Tidaklah aku melewati sekumpulan malaikat pada malam aku di-Isra'kan, melainkan mereka (para malaikat) semua mengatakan kepadaku: "Hai Muhammad, Engkau harus berbekam." (HR.Tirmidzi)

    4. Dari  Abdullah bin Mas'ud r.a berkata:
    "Rasulullah saw pernah menyampaikan sebuah hadits tentang malam dimana beliau saw di-Isra'kan bahwa beliau tidak melewati sejumlah malaikat melainkan mereka semua menyuruh beliau saw dengan mengatakan, "perintahkanlah umatmu untuk berbekam."

    5.  Dari Abu Ubaid  melalui sanad Abdurrahman bin Abi Laila berkata: "Rasulullah saw melakukan bekam pada kepalanya (ummu mughits) dengan tanduk  ketika disihir orang."

    6. Dari Salma, seorang pelayan rasulullah saw bercerita: "Tidak seorangpun mengadukan rasa sakit di kepalanya kepada Rasulullah saw melainkan beliau saw  mengatakan:"Berbekamlah!!" 

    7. Rasulullah saw bersabda: "Jibril memberitahukan kepadaku bahwa hijamah/bekam adalah pengobatan yang paling bermanfaat buat manusia."
    8. Dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:
    "Sebaik-baik hamba adalah juru bekam, ia membuang darah, meringankan tulang rusuk dan menajamkan penglihatan."




    9. Said bin Jubir  berkata dari Ibn Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:
    "Kesembuhan dapat diperoleh dengan tiga cara: pertama dengan meminum madu (dengan obat herbal), kedua dengan berbekam/hijamah, dan ketiga dengan (terapi) besi panas. Dan aku tidak menganjurkan umatku untuk melakukan pengobatan dengan besi panas." (HR. Bukhori)





    bekam menurut panadangan dokter




    Sebenarnya sudah banyak penelitian yang menghubungkan ilmu kedokteran dengan bekam. Bahkan beberapa skripsi mahasiswa kedokteran saat ini berfokus pada fisiologis bekam itu sendiri.
    Bekam sendiri terbagi dua, bekam yang mengeluarkan darah dan bekam yang tidak mengeluarkan darah.
    Menurut artikel seorang dokter dari Arab darah yang keluar dari bekam sangat berbeda dengan darah yang diambil dari pembuluh darah biasa. Darah yang keluar dari bekam hanya memiliki 1/10 sel darah putih dari darah normal. Selain itu darah yang keluar juga pembuluh darah yang rusak, hal ini yang menyebabkan ketidakoptimalan oksigen menyebar ketubuh yang membuat hipoxia jaringan sehingga menjadi cikal bakal penyakit.
    Namun apakah manfaat bekam hanya berasal dari darah yang dikeluarkan? Tidak  bekam juga memiliki manfaat dari titik bekam itu sendiri. Dalam bekam kering tidak ada darah yang dikeluarkan namun itu dapat merangsang respon peradangan. Respon peradangan ini akan memicu timbulnya antibodi dan leukosit disebabkan efek peradangan yang dikeluarkan, hal ini dapat membantu membunuh penyakit.
    Dari segi hormonal akan keluarnya hormon endorfin yang memicu rasa nyaman. Rasa nyaman akan menstimulasi saraf simpatis sehingga mengurangi radikal bebas.
    Bekam memiliki banyak manfaat dalam mengobati butuh. Hal ini yang menyebabkan bekam merupakan pengobatan yang tepat. Hal yang saya terangkan ini menjelaskan bahwa kacamata kedokteran memiliki respon fisiologis dari bekam ini. Dan bekam menjadi pengobatan tradisional yang masih sangat berguna manfaatnya terutama dalam mencegah penyakit dan menyembuhkan penyakit kronis. Apalagi jika dikombinasika dengan obat-obatan medis, herbal dan propolis. Maka akan terciptanya penyembuhan  yang berbasis semua lini kesehatan sehingga penyembuhan pun akan menjadi optimal.

    definisi pengertian syariah


    Ilmu syari'ah sering diidentikkan dengan fikih. Penyebutan ini tidak seluruhnya benar, sebab syari'ah dipahami sebagai wahyu Allah dan sabda Nabi Muhammad, yang berarti  din al-islam, sementara fikih adalah pemahaman ulama terhadap sumber ajaran agama Islam tersebut.


    Demikian juga istilah “hukum Islam” sering diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata “al-syari’ah”. Namun, ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqh”.
    Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata “al-syari’ah”, hukum Islam secara umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. 

    Syari'ah Dalam Arti Luas

    Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma  ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal)  maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. 
    Dalam arti ini,  al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih)

    Syari'ah Dalam Arti Sempit

    Sedang dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.
    Sementara syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi empat bidang: (1) ‘ibadah, (2) mu’amalah, (3) ‘uqubah dan (4) lainnya. 
    Ibn Jaza al-Maliki, seorang ulama dari mazhab Maliki mengelompokkan fikih  menjadi dua, yakni: (1) ‘ibadah, dan (2) mu’amalah. Adapun cakupan mu’amalah adalah: (a) perkawinan dan perceraian, (b) pidana (uqubah), yang mencakup hudud, qisas dan ta‟zir, (c) jual beli (buyu’), (d) bagi hasil (qirad), (e) gadai (alrahn), (f) perkongsian pepohonan (al-musaqah), (g) perkongsian pertanian (almuzara’ah), (h) upah dan sewa (al-ijarah), (i) pemindahan utang (al-hiwalah), (j)  hak prioritas pemilik lama/tetangga (al-shuf’ah), (k) perwakilan dalam melakukan  akad (al-wakalah), (l) pinjam meminjam (al-‘ariyah), (m) barang titipan (alwadi’ah), (n) al-gasb, (o) barang temuan (luqathah), (p) jaminan (al-kafalah), (q) sayembara (al-ji’alah), (r) perseroan (syirkah wa mudlorabah), (s) peradilan (alqadla’), (t) wakaf (al-waqf  atau  al-habs), (u) hibah, (v) penahanan dan  pemeliharaan (al-hajr), (w) wasiat, (x) pembagian harta pusaka (fara’id).

    Perbedaan Syari'ah dan Fikih


    Perbedaan Antara Fiqih dan Syariah, dapat dijelaskan dari sepenggal tulisan berikut ini yang dikutipkan dari tulisan Fikria Najitama "Sejarah Pergumulan Hukum Islam" dalam Al Mawarid Edisi XVII Tahun 2007 hal.104.

    Istilah syari’ah seringkali dipahami sama dengan fiqh oleh sebagian orang. Hal ini tentunya menimbulkan problem tersendiri karena kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang signifikan, walaupun tidak dapat dinafikan bahwa keduanya juga memilaki hubungan yang erat. Syari’ah merupakan jalan yang ditetapkan oleh Tuhan dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk merealisir kehendak-Nya atau dengan kata lain syariah merupakan kehendak ilahi, suatu ketentuan suci yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat muslim. Sedangkan fiqh merupakan ilmu tentang hukum-hukum syar’iyyah amaliah dari dalil-dalil yang terinci (adillah tafshiliyyah). Dengan demikian syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan keduanya disimpulkan oleh pernyataan A. A Fyzee, bahwa syari’ah mencangkup hukum-hukum dan prinsip-prinsip ajaran Islam, sementara fiqh hanya berkaitan dengan aturan-aturan hukum saja.

    Abu Ameenah menambahkan tiga perbedaan lain antara syari’ah dan fiqh, yaitu: Pertama, Syari’ah merupakan hukum yang diwahyukan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunah, sementara fiqh adalah hukum yang disimpulkan dari syari’ah yang merespon situasi-situasi tertentu yang tidak secara langsung dibahas dalam hukum syari’ah. Kedua, syari’ah adalah pasti dan tidak berubah, sementara fiqh berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana diterapkan. Ketiga, hukum syari’ah sebagian besar bersifat umum;
    meletakkan prinsip-prinsip dasar, sebaliknya hukum fiqh cenderung spesifik; menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip dasar syari’ah bisa diaplikasikan sesuai dengan keadaan. Akan tetapi, walaupun sesungguhnya makna syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan, namun kemudian diterjemahkan secara longgar sebagai ‘hukum Islam’.

    Read more: Pengertian Syari'ah Dalam Arti Luas dan Sempit - IslamWiki | Tentang Islam http://islamwiki.blogspot.com/2012/08/pengertian-syariah-dalam-arti-luas-dan.html#ixzz2Ueb621pt
    Under Creative Commons License: Attribution

    as-islmaic

    definisi pengertian syariah


    Ilmu syari'ah sering diidentikkan dengan fikih. Penyebutan ini tidak seluruhnya benar, sebab syari'ah dipahami sebagai wahyu Allah dan sabda Nabi Muhammad, yang berarti  din al-islam, sementara fikih adalah pemahaman ulama terhadap sumber ajaran agama Islam tersebut.


    Demikian juga istilah “hukum Islam” sering diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata “al-syari’ah”. Namun, ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqh”.
    Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata “al-syari’ah”, hukum Islam secara umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. 

    Syari'ah Dalam Arti Luas

    Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma  ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal)  maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. 
    Dalam arti ini,  al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih)

    Syari'ah Dalam Arti Sempit

    Sedang dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.
    Sementara syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi empat bidang: (1) ‘ibadah, (2) mu’amalah, (3) ‘uqubah dan (4) lainnya. 
    Ibn Jaza al-Maliki, seorang ulama dari mazhab Maliki mengelompokkan fikih  menjadi dua, yakni: (1) ‘ibadah, dan (2) mu’amalah. Adapun cakupan mu’amalah adalah: (a) perkawinan dan perceraian, (b) pidana (uqubah), yang mencakup hudud, qisas dan ta‟zir, (c) jual beli (buyu’), (d) bagi hasil (qirad), (e) gadai (alrahn), (f) perkongsian pepohonan (al-musaqah), (g) perkongsian pertanian (almuzara’ah), (h) upah dan sewa (al-ijarah), (i) pemindahan utang (al-hiwalah), (j)  hak prioritas pemilik lama/tetangga (al-shuf’ah), (k) perwakilan dalam melakukan  akad (al-wakalah), (l) pinjam meminjam (al-‘ariyah), (m) barang titipan (alwadi’ah), (n) al-gasb, (o) barang temuan (luqathah), (p) jaminan (al-kafalah), (q) sayembara (al-ji’alah), (r) perseroan (syirkah wa mudlorabah), (s) peradilan (alqadla’), (t) wakaf (al-waqf  atau  al-habs), (u) hibah, (v) penahanan dan  pemeliharaan (al-hajr), (w) wasiat, (x) pembagian harta pusaka (fara’id).

    Perbedaan Syari'ah dan Fikih


    Perbedaan Antara Fiqih dan Syariah, dapat dijelaskan dari sepenggal tulisan berikut ini yang dikutipkan dari tulisan Fikria Najitama "Sejarah Pergumulan Hukum Islam" dalam Al Mawarid Edisi XVII Tahun 2007 hal.104.

    Istilah syari’ah seringkali dipahami sama dengan fiqh oleh sebagian orang. Hal ini tentunya menimbulkan problem tersendiri karena kedua istilah tersebut memiliki perbedaan yang signifikan, walaupun tidak dapat dinafikan bahwa keduanya juga memilaki hubungan yang erat. Syari’ah merupakan jalan yang ditetapkan oleh Tuhan dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk merealisir kehendak-Nya atau dengan kata lain syariah merupakan kehendak ilahi, suatu ketentuan suci yang bertujuan mengatur kehidupan masyarakat muslim. Sedangkan fiqh merupakan ilmu tentang hukum-hukum syar’iyyah amaliah dari dalil-dalil yang terinci (adillah tafshiliyyah). Dengan demikian syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan keduanya disimpulkan oleh pernyataan A. A Fyzee, bahwa syari’ah mencangkup hukum-hukum dan prinsip-prinsip ajaran Islam, sementara fiqh hanya berkaitan dengan aturan-aturan hukum saja.

    Abu Ameenah menambahkan tiga perbedaan lain antara syari’ah dan fiqh, yaitu: Pertama, Syari’ah merupakan hukum yang diwahyukan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunah, sementara fiqh adalah hukum yang disimpulkan dari syari’ah yang merespon situasi-situasi tertentu yang tidak secara langsung dibahas dalam hukum syari’ah. Kedua, syari’ah adalah pasti dan tidak berubah, sementara fiqh berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana diterapkan. Ketiga, hukum syari’ah sebagian besar bersifat umum;
    meletakkan prinsip-prinsip dasar, sebaliknya hukum fiqh cenderung spesifik; menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip dasar syari’ah bisa diaplikasikan sesuai dengan keadaan. Akan tetapi, walaupun sesungguhnya makna syari’ah dan fiqh memiliki perbedaan, namun kemudian diterjemahkan secara longgar sebagai ‘hukum Islam’.

    Read more: Pengertian Syari'ah Dalam Arti Luas dan Sempit - IslamWiki | Tentang Islam http://islamwiki.blogspot.com/2012/08/pengertian-syariah-dalam-arti-luas-dan.html#ixzz2Ueb621pt
    Under Creative Commons License: Attribution
     

    Blogger news

    s

    Enter your email address:

    Delivered by FeedBurner

    Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
    Copyright © 2011. as-islamic - All Rights Reserved
    Template Created by Creating Website Published by Mas Template
    Proudly powered by Blogger